Ada apa dengan Indonesia ku?
Virus corona menjadi topik terhangat
sejak awal bulan Januari 2020. Virus ini mendadak menjadi teror mengerikan bagi
masyarakat di seluruh dunia, terutama setelah merenggut nyawa ratusan orang
hanya dalam waktu dua pekan. Virus ini terus mencari mangsa dan sementara
obatnya hingga saat ini belum ditemukan. Dilansir dari Asian Nikkei Review,
berita tersebut langsung meresahkan warga Tiongkok yang akan melakukan
perjalanan pulang kampung untuk merayakan Tahun Baru Imlek pada 25 Januari
2020. Virus ini terasa semakin menakutkan bagi warga karena berkaitan dengan
Sindrom Pernapasan Akut Berat (SARS) yang pernah menewaskan hampir 650 orang di
Tiongkok dan Hong Kong pada tahun 2002 dan 2003.
Awal mula penyebaran virus jenis
baru yang tengah menyerang masyarakat dunia saat ini, dalam istilah kedokteran
disebut sebagai 2019 Novel Coronavirus (2019-nCoV). Tim peneliti dari
Universitas Cambridge, Inggris yang menyelidiki asal virus telah menganalisis
sejumlah besar strain dari seluruh dunia dan menghitung bahwa awal mula wabah
terjadi antara 13 September dan 7 Desember 2019. Virus ini diketahui pertama
kali muncul di pasar hewan dan makanan laut di Kota Wuhan. Dilaporkan kemudian
bahwa banyak pasien yang menderita virus ini dan ternyata terkait dengan pasar
hewan dan makanan laut tersebut. Orang pertama yang jatuh sakit akibat virus
ini juga diketahui merupakan salah satu pedagang di pasar itu.
Michelle Roberts and James Gallager
mengatakan, di pasar grosir hewan dan makanan laut tersebut dijual hewan liar
seperti ular, kelelawar, dan ayam. Mereka menduga virus corona baru ini hampir
dapat dipastikan berasal dari ular. Diduga pula virus ini menyebar dari hewan
ke manusia, dan kemudian dari manusia ke manusia."Virus ini mungkin telah
bermutasi menjadi bentuk yang "efisien menginfeksi manusia" sejak
berbulan-bulan yang lalu, tetapi virus ini tetap tinggal di tubuh kelelawar
atau hewan lain atau bahkan manusia selama beberapa bulan tanpa menulari orang
lain," kata Peter Forster, pakar genetik dari Universitas Cambridge.
Asal mula masuknya virus Covid-19 di Indonesia
Pengumuman resmi dari pemerintah
bahkan diumumkan langsung oleh Presiden Joko Widodo bahwa virus corona telah
masuk ke Indonesia, setelah pertama kali virus ini muncul pada Desember 2019.
Dua orang dinyatakan positif terjangkit virus corona atau Covid-19 dan kini
sedang menjalani perawatan di Rumah Sakit Pusat Infeksi (RSPI) Sulianti Saroso
di Jakarta Utara. Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto menjelaskan, kedua
orang itu merupakan perempuan berusia 64 dan 31 tahun yang memiliki hubungan
ibu dan anak. Keduanya diketahui terkena infeksi virus tersebut setelah
melakukan kontak dengan seorang warga negara Jepang yang berdomisili di
Malaysia dan sebelumnya sempat bertemu di Indonesia. Saat itu, keduanya hanya
diminta untuk rawat jalan. Kemudian, pada 26 Februari mereka meminta untuk
rawat inap karena merasa batuknya tidak kunjung reda. "Tanggal 28
ditelepon sama teman dansanya itu, bahwa dia di Malaysia, orang Jepangnya tadi,
dengan corona positif," ucap Terawan. Setelah itu, statusnya ditingkatkan
dari orang yang dirawat dengan pengawasan (ODP) menjadi pasien dalam pemantauan
(PDP).
Keberadaan Covid-19 yang mematikan
ini telah banyak menyita perhatian dunia. Ada yang menanganinya dengan sangat
serius, ada pula yang seolah-olah tak mau tahu, tapi karena hari demi hari
penyebarannya semakin banyak, maka langkah konkret yang harus ditempuh sebagai
antisipasi adalah membangun kerja sama yang baik dengan keluarga, rekan kerja,
dan pihak pihak terkait. Penyakit Covid-19 telah menggerakkan para kepala
negara untuk cepat tanggap dan peduli atas keselamatan rakyatnya. Hal ini dapat
kita lihat dari berbagai pengumuman untuk meliburkan sekolah, meniadakan kuliah
tatap muka, larangan terlibat dalam keramaian, termasuk larangan ke luar
negeri, baik untuk umrah, rekreasi, ataupun hanya untuk kunjungan biasa.
Peraturan atau kebijakan yang telah
ditetapkan oleh pemerintah tentu sangat berpengaruh terhadap segala sektor,
termasuk perekonomian dan kehidupan sosial dalam masyarakat. Berdasarkan
informasi di media ini beberapa hari lalu bahwa lebih kurang 50 juta orang
terancam kehilangan pekerjaan akibat dampak dari pandemi virus corona
(Covid-19), sulit untuk dibayangkan bila terjadi pengangguran maka masalah
sosial akan terus bermunculan. Namun, semua itu perlu digaris bawahi bahwa apa
pun yang dilakukan pemerintah adalah sebagai bentuk kepedulian terhadap
rakyatnya, karena mencegah itu lebih baik daripada mengobati.
Pengaruh virus Covid-19 terhadap masyarakat
Selain itu, dampak pengaruh virus
corona (Covid-19) dalam kehidupan sosial masyarakat, di antaranya adalah timbulnya rasa curiga dan
hilangnya kepercayaan terhadap orang-orang yang ada di seputaran kita atau yang
baru kita kenal. Sebagai contoh pada saat kita membeli makanan, baik di warung
yang berlabel maupun kaki lima kita pasti akan mencari tahu apakah bersih atau
tidak. Apakah pelayan ada bersentuhan dengan orang yang terjangkit virus atau
tidak, adakah petugas atau pelayan yang mencuci tangan pada saat mengolah atau
memproses makanan yang kita pesan atau tidak, sehingga timbul keraguan. Virus
corona (covid-19) telah melumpuhkan perekonomian dunia, termasuk Indonesia,
sebagaimana terlihat dalam kehidupan sehari-hari di kalangan menengah ke bawah
seperti pedagang kelontong, penjual ikan, dan pedagang sayur. Mereka merasakan
menurunnya daya beli masyarakat karena ketidaknyamanan para konsumen dalam
berbelanja.
Lain lagi kisah seorang sopir yang
biasanya dapat memenuhi kebutuhan keluarganya, tetapi dengan merebaknya kasus
virus corona ini masyarakat enggan menggunakan transportasi umum. Imbauan
pemerintah untuk lockdown atau karantina mandiri di rumah masing-masing dengan
meliburkan aktivitas tatap muka di sekolah, perguruan tinggi, dan perkantoran
tidak semua mematuhinya, bahkan ada yang menggunakan waktu karantina mandiri
untuk menikmati liburan. Hal ini tentu menjadi masalah bukan hanya untuk diri
sendiri, tetapi juga masyarakat, maka sangat dibutuhkan kesadaran akan
keselamatan diri dan lingkungan.
Sejak diberlakukannnya peraturan
tidak dibenarkan ada kumpulan keramaian seperti di masjid, maka hampir semua masjid
pada saat shalat berjamaah hanya beberapa orang yang hadir, sehingga masjid
tampak sepi. Situasi ini menimbulkan kegelisahan, apakah semua larangan yang
telah ditetapkan semuanya bermanfaat? karena di satu sisi sebagai umat Islam,
apabila di masjid tidak ada lagi orang
yang shalat berjamaah, tidak ada lagi
pengajian, tidak terdengar lagi zikir,
maka tanpa sadar kita telah meninggalkan modal menuju akhirat. Bukankah
dengan adanya musibah kita seharusnya semakin memenuhi masjid untuk berzikir
dan berdoa?
Kegiatan yang dilaksanakan di
masjid tentu bagi yang merasa dirinya
sehat dan untuk pencegahan virus corona ini bila perlu pemerintah juga memasang
alat pengukur suhu tubuh ketika memasuki masjid. Menghadapi musibah Covid-19
bukan hanya para medis yang berperan, tetapi juga hendaknya pemerintah mengajak
para ulama dan pemuka agama untuk ikut berperan aktif, sehingga masyarakat
merasa tenang dan tidak dihantui oleh berita-berita yang menakutkan.Peran serta
keluarga dengan memberikan pemahaman dan penanganan yang baik kepada anggota
keluarga menjadi faktor utama dalam keberhasilan pencegahan Covid-19.
Selain Indonesia, imbauan untuk
melakukan social distancing juga telah diterapkan banyak negara yang terdapat
kasus COVID-19. Meskipun dinilai baik untuk memutus persebaran virus corona,
nyatanya social distancing memberikan dampak yang kurang baik bagi kesehatan
mental. Dilansir dari American
Psychological Association, social
distancing dan karantina mandiri di
rumah seringkali menyebabkan dampak negatif seperti ketakutan dan rasa cemas,
depresi dan mudah bosan terhadap suatu hal, mudah marah dan frustasi, takut
terhadap stigma yang ada pada masyarakat.
Menjaga kesehatan mental selama karantina di rumah
0 Comments